Senin, 31 Oktober 2016

MAKALAH PANCASILA KEDUDUKAN PANCASILA dalam SISTEM EMPAT PILAR KEBANGSAAN

MAKALAH PANCASILA
KEDUDUKAN PANCASILA dalam SISTEM EMPAT PILAR KEBANGSAAN

DISUSUN OLEH
FANDRIA REXA BUANA (161111040)
TEKNIK LINGKUNGAN 2016
INSTITUT SAINS dan TEKNOLOGI AKPRIND




Kata Pengantar
            Puji syukur atas rahmat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Kedudukan Pancasila dalam Istilah Empat Pilar Kebangsaan “ untuk memenuhi mata kuliah Pancasila yang di ampu oleh Drs. Syukri Abdullah, M.Hum dengan tepat waktu.
            Terima kasih untuk semua yang pernah memberikan saran tentang makalah ini sehingga saya dapat menyelesaikannya tepat waktu dan mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam pengetikan, pengejaan kata, atau isi yang kurang berkenan.
            Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Terima Kasih





Bantul,     Oktober 2016
     Penyusun


Fandria Rexa Buana











Bab I
Pendahuluan
I.                   Latar Belakang
Zaman sudah berubah, banyaknya pengaruh arus globalisasi yang kuat menuntut kita untuk mendapatkan format yang lebih ideal dan mudah dicerna tentang faham berbangsa dan bernegara untuk sekedar merefres / menyegarkan ingatan kita. Syukur-syukur setelah mendapatkan format informasi  ideal yang kita harapkan pada akhirnya kita punya kemauan untuk mentransfer pengetahuan kita untuk kebaikan kehidupan berbangsa dan bernegara kita sebagai warga negara suatu bangsa.
Perkembangan terakhir kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara kita saat ini sangat memilukan dan memprihatinkan, banyak terjadi kekacauan, kerusuhan antar kelompok agama, kelompok masyarakat, antar pelajar, demonstrasi mahasiswa di luar toleransi atau sudah menjurus anarkisme bahkan kriminalitas. Aspirasi yang mereka bawa dalam tuntutan demontrasi tidak murni lagi, mudah dihasut oleh orang atau kelompok yang tidak bertanggungjawab demi kepentingan orang atau kelompok tersebut, hal itu salah satu sebabnya kurangnya pengetahuan, pemahaman mereka para generasi muda, atau para pemuda harapan bangsa terhadap makna Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka tunggal Ika, serta kurangnya pemahaman mereka terhadap nilai-nilai persatuan, kurang mewarisi semangat perjuangan, pudarnya rasa nasionalisme, maupun rasa patriotisme serta hilangnya rasa cinta terhadap tanah air, bangsa, dan Negara.
Semua fenomena negatif yang selama ini kita lihat dan rasakan harus diakhiri dengan membangkitkan semangat, pengetahuan kita mengenai pentingnya empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara sebab dengan adanya sosialisasi dari MPR RI kita mendapat pengetahuan sebagai bekal kedepan dalam mendampingi dan mengisi kemerdekaan serta mempertahankan NKRI ini.
Revitalisasi, reaktualisasi dan transformasi nilai-nilai yang terkandung dalam 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara (Pancasila sebagai dasar negara, falsafah dan pandangan hidup bangsa ; UUD Negara Republik Indonesia Tahun. 1945 sebagai landasan kostitusional dalam bernegara ; NKRI sebagai konsensus yang harus dijaga keutuhannya ; Bhineka Tunggal Ika sebagai semangat untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, harus senantiasa kita lakukan meskipun kita memiliki berbagai perbedaan).
Bung Karno pernah menyatakan, arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. ”Jika mereka tidak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita menjadi kabur dan usang, bangsa itu berada dalam keadaan yang berbahaya,”
Maka melalui reformating dan refresing 4 pilar tersebut kita diingatkan dan ditumbuhkan tentang cita-cita luhur para pendahulu kita, tentang konsepsi pendirian negara kita, bahwa kita adalah bangsa yang besar dengan berbagai perbedaan, keberagaman yang harus disyukuri dan diikat dengan nilai-nilai 4 pilar yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita.
Namun istilah empat pilar kebangsaan di perdebatkan karena banyak terjadi pertentangan tentang kedudukan Pancasila dalam sistem ini tidak lama setelah istilah ini muncul dan di mulai sosialisasinya.
II.                Rumusan Masalah
a.       Apa itu empat pilar kebangsaan ?
b.      Apa saja yang termasuk ke dalam  empat pilar kebangsaan ?
c.       Bagaimana kedudukan pancasila dalam sistem ini ?
III.             Tujuan Pembahasan
a.       Untuk mengetahui arti dari empat pilar kebangsaan
b.      Untuk mengetahui macam-macam pilar kebangsaan
c.       Untuk mengetahui kedudukan pancasila dalam sistem ini



















Bab II
Pembahasan
A.   Asal Empat Pilar Kebangsaan
Maret 2013 Ketua MPR RI Taufiq Kiemas mewakili lembaga pelosok yang dipimpinnya, memperoleh gelar kehormatan doctor honoris apertura (H. C) dari Universitas Trisakti atas jasanya sudah melahirkan gagasan sosialisasi 4 pilar kebangsaan Indonesia, seperti:
  • Pancasila
  • Bhineka Tunggal Ika
  • Undang – Undang Dasar 1945
  • Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
B.    Isi Empat Pilar Kebangsaan
1.  Pilar Pancasila
Pilar mulailah bagi tegak kokoh berdirinya negara-bangsa Indonesia adalah Pancasila. Timbul pertanyaan, mengapa Pancasila diangkat sebagai pilar bangsa Indonesia. Perlu dasar pemikiran yang kuat dan meraih dipertanggung jawabkan sehingga meraih diterima oleh seluruh warga bangsa, mengapa bangsa Dalam negri menetapkan Pancasila sebagai base kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut alasannya.
Pilar / tiang penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, seperti disamping kokoh dan mantap, juga harus sesuai dengan bangunan yang disangganya. Devocionario bangunan rumah, tiang yang diperlukan disesuaikan dengan macam dan kondisi bangunan.
Bilamana bangunan tersebut sederhana gak memerlukan tiang yang terlampau kuat, tetapi bila bangunan tersebut merupakan bangunan permanen, konkrit, yang menggunakan bahan-bahan yang berat, maka asas penyangga harus disesuaikan dengan kondisi bangunan dimaksud. Demikian pula halnya dengan base atau tiang penyangga salahsatu negara-bangsa, harus sesuai dengan kondisi negara-bangsa yang disangganya.
Kita menyadari bahwa negara-bangsa Indonesia adalah negara yang besar, wilayahnya cukup besar seluas daratan Eropah yang terdiri atas berpuluh pelosok, membentang dari barat ke timur dari Sabang hingga Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer.
Indonesia yaitu negara kepulauan terbesar pada dunia yang memiliki 19 000 pulau lebih, terdiri atas berbagai suku bangsa yang beraneka adat serta budaya, serta memeluk seluruh agama dan keyakinan, lalu belief system yang dibuat pilar harus sesuai dengan kondisi negara bangsa ini.
2.     Pilar Undang-Undang Dasar 1945
Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Basis 1945. Dalam rangka memahami dan mendalami UUD 1945, diperlukan memahami lebih dulu makna undang-undang dasar teruntuk kehidupan berbangsa dan bernegara dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Tanpa memahami prinsip yang terkandung dalam Pembukaan ini tidak mungkin mengadakan evaluasi terhadap pasal-pasal yang memiliki dalam batang tubuhnya serta barbagai undang-undang yang akhirnya menjadi derivatnya.
3.     Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sebelum kindertagesstätte bahas mengenai Negara Kesatuan Republik Indonesia ada baiknya bila kita fahami jauh dahulu berbagai bentuk Pelosok yang terdapat di negara, apa kelebihan dan kekurangannya, untuk selanjutnya kita fahami mengapa para founding daddies negara ini memilih negeri kesatuan.Bentuk Negara contohnya konfederasi, federasi dan kesatuan, menurut Carl J. Friedrich, merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara teritorial atau local division oif power. Beserta penjelasan mengenai bentuk-mentuk Pelosok tersebut.
4.     Pilar Bhinneka Tunggal Ika
Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup dalam masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut memiliki dalam karyanya, kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, ” yang artinya “Berbeda-beda itu, 1 itu, tak ada pengabdian yang mendua. “
Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu bagi mengantisipasi adanya keaneka-ragaman petunjuk yang dipeluk oleh kaum Majapahit pada waktu tersebut. Meskipun mereka berbeda petunjuk tetapi mereka tetap 1 dalam pengabdian.
C.   Kedudukan Pancasila di dalam Sistem ini
Kedudukan pancasila dalam sistem ini secara sudut pandang anggota MPR telah di sebutkan di atas semnetara menurut para budayawan, dosen, mahasiswa dan cendekiawan banyak tokoh yang menentang konsep ini karena menurut mereka sistem atau istilah empat pilar kebangsaan ini justru melemahkan kedudukan pancasila dan dapat menenggelamkan makna pancasila sebagai dasar Negara dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti yang disampaikan oleh kuasa hukum Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar) selaku pemohon, TM Lutfi Yazid  mengaku tidak anti sosialisasi dan internalisasi Pancasila. Namun, jika MPR menilai ada kesalapahaman dari para pemohon terlalu naif.  
“MPR juga mengatakan yang dimaksud pilar itu bukan tiang, tetapi dasar. Itu kan pemahaman MPR, tetapi tidak ada yang bisa menjamin masyarakat bahwa itu juga dasar karena UU menyebut pilar, bukan dasar. Sementara dalam UUD 1945 disebut ‘berdasar’ Pancasila, bukan ‘berpilar’ Pancasila,” dalihnya.   
Dia mencontohkan ketika Pamong Desa disuruh para pemohon memasang Pancasila sebagai dasar negara, pamong desa menolak dengan mengatakan ‘Jangan Pak, kami takut, kami tahunya ini pilar negara bukan dasar’. “Itu kan menjadi kerugian konstitusional. Kami pemohon ada yang berprofesi dosen, wartawan, mahasiswa. Kalau mahasiswa bikin tulisan atau tesis, Pancasila sebagai dasar atau pilar. Ini membingungkan mahasiswa, seolah bangsa ini telah membuat rekonstruksi sejarah.”
“Saya kira mereka ngeles saja, padahal mereka sudah melakukan kesalahan, referensinya hanya kamus. Tetapi, referensi kami sebagai pemohon nyawa pendiri bangsa, darah, air mata. Jadi tidak ada itu empat pilar itu.”
Ini menanggapi tanggapan MPR yakni MPR menegaskan empat pilar kebangsaan sebagai hal sangat mendasar dan esensial kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat pilar itu tidak digeneralisir memiliki kesamaan kedudukan, tetapi eksplisit sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Misalnya, Pancasila sebagai dasar/ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi, NKRI sebagai bentuk negara, Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat pemersatu bangsa.
“Jadi, keberadaan pilar kebangsaan tidak mereduksi (mengubah) kedudukan Pancasila sebagai dasar/ideologi negara,” kata Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin saat memberi keterangan dalam sidang lanjutan pengujian Pasal 34 ayat (3b) UU No 2 Tahun 2011 tentang tentang Perubahan atas UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) di ruang sidang utama MK, Senin (17/2/15).
Syaifuddin menegaskan istilah “pilar” dalam empat pilar kebangsaan dimaknai sebagai hal pokok, mendasar, dan esesial yang memiliki sifat dinamis. “Jadi sama sekali tidak menyamakan kedudukan Pancasila dengan pilar-pilar lain, apalagi mereduksi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yang dijamin dalam Pembukaan UUD 1945,” tegasnya.
Dari sisi bahasa pun, kata Lukman, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan penjelasan resmi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud  mengartikan istilah pilar sebagai “dasar atau yang pokok”.
Menurutnya, tak tepat pandangan sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa berimpilikasi secara ideologis, politis, yuridis, dan sosiologis yang mereduksi kedudukan Pancasila.
“Apalagi dinilai berpotensi merugikan hak konstitusional warga negara, bangsa dan negara Indonesia,” katanya.
MPR mengingatkan mendalami empat pilar anggota partai politik dan masyarakat sebagai langkah strategis dari DPR dan pemerintah dalam kondisi bangsa sekarang ini. Hal ini dalam rangka internalisasi dan reaktualisasi nilai-nilai dalam berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara. 
“MPR mendukung sepenuhnya upaya-upaya DPR dan pemerintah, melalui pengujian Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol ini, untuk terus memasyarakatkan empat pilar kebangsaan itu tak sekedar pendidikan politik, tetapi lebih terinternalisasi dan terimplementasi dalam kehidupan berbangsa.”   
MPR sendiri telah melakukan sosialisasi tentang sistem ini bahkan mengadakan lomba tingkat sekolah menengah atas setingkat tentang empat pilar kebangsaan ini, sampai saat ini meskipun dalam kompasiana memuat tentang tidak boleh ada pengunaan frasa ini yakni isinya berisi pernyataan Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie yang kembali menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan frasa "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara" sehingga perlu menjadi perhatian semua pihak.
"Jadi saya harapkan putusan MK tentang pembatalan frasa empat pilar harus kita jadikan pegangan," kata Jimly Asshiddiqie yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Minggu (17/5/2015).
Dengan demikian, kata dia, tidak perlu ada perdebatan lagi mengenai frasa empat pilar. Dia juga menyarankan agar MPR tidak lagi menyosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Pancasila jangan lagi ditempatkan sebagai salah satu pilar kehidupan berbangsa bernegara. Karena Pancasila adalah filosofi berbangsa, dasar negara. Saran saya, kegiatan sosialisasi diganti saja dengan kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat dan pengkajian. Karena sosialisasi itu kegiatan eksekutif atau pemerintah," katanya.
Dia menambahkan, dengan penyebutan sebagai pilar, seolah-olah dianggap setara dengan yang lain dan pada akhirnya menimbulkan salah paham di masyarakat.
Seharusnya, kata dia, MPR menghormati putusan MK dalam Amar Putusan Nomor 100/PUU-XI/2014 yang membatalkan frasa "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara" dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik terkait Pancasila pilar kebangsaan.
"Teks Pancasila sebagai ideologi negara tetap sama sejak 1945, tetapi tafsirnya harus senantiasa kontekstual, sesuai dengan jiwa dan spirit demokrasi yang berkembang, baik di Indonesia maupun di belahan negara lain di dunia," katanya. Demokrasi dan Pancasila, kata dia, tidak bisa dipisahkan karena tanpa demokrasi, Pancasila tak mungkin bertahan sebagai ideologi bangsa.       
Pengujian Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol pada tahun 2015 diajukan sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar). Mereka keberatan masuknya Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan. Pasal yang diuji, parpol wajib mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Pasal itu dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum karena menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan ketiga pilar lainnya. Penempatan Pancasila sebagai pilar merupakan kesalahan fatal karena Pancasila telah disepakati para pendiri bangsa sebagai dasar negara (philosophie groundslaag) dalam Pembukaan UUD 1945.
Menurut dia, kata ”dasar” dan ”pilar” memiliki makna yang berbeda yang menimbulkan kebingungan dosen di perguruan tinggi saat menjelaskan kepada mahasiswanya. Karena itu, memasukkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan melawan fakta sejarah dan menghianati para pendiri bangsa ini yang bisa bisa meruntuhkan bangsa ini.
Karena itu, ”proyek” sosialisasi oleh MPR mengenai empat pilar yang salah satunya Pancasila harus dihentikan karena menyesatkan bangsa ini. Pasal itu diminta dinyatakan inkonstitusional atau sekurang-kurangnya kata “Pancasila” dalam pasal itu dicabut dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat
Meskipun kenyataannya seperti yang di sampaikan di atas bahwa MPR masih melakukan sosialisasi sistem empat pilar kebangsaan dan lagi banyak yang beranggapan bahwa hal yang dilakukan oleh MPR begitu berbau politik terutama dari partai PDI-P yang menjadi partai ketua MPR saat itu (alm) Taufiq Kiemas.













Bab III
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan pancasila dalam sistem atau istilah empat pilar kebangsaan memiliki 2 sudut pandang yakni menurut anggota MPR kedudukan pancasila dalam sistem ini tidaklah berubah yakni sebagai dasar dan kedudukan 4 hal di dalam sistem ini tidaklah berarti sama dan sistem ini hanyalah untuk meningkatkan pengamalan 4 hal tersebut sementara itu banyak tokoh yang berpendapat bahwa sistem ini berbahaya bagi kedudukan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi masyarakat luas terutama masyarakat awam yang dapat salah mengartikan istilah atau sistem ini. Dan sidang MK pada tahun 2015 lalu memenangkan pendapat tokoh dan membatalkan perubahan uu yang dilakukan anggota MPR.
Menurut pendapat saya akan hal ini lebih condong kepada pendapat para tokoh seperti tokoh cendekiawan dan yang lain yang berpendapat bahwa sistem/istilah empat pilar kebangsaan sebaiknya tidak di sosialisasikan pada masyarakat awam. Namun, saya pada awal munculnya sistem ini saya mengikuti lomba pengetahuan empat pilar kebangsaan dan merasa hal ini berdampak baik bagi para siswa agar dapat tertarik mempelajari hal yang terkandung dalam empat pilar kebangsaan ini sehingga di harapkan siswa dapat menerapkan nilai-nilai yang terdapat di dalam isi empat pilar kebangsaan ini dalam kehidupan sehari-hari
Jadi kesimpulan akhir dari saya adalah istilah empat pilar tidak seharusnya ada namun kehadiran lomba pengetahuan tentang dasar negara, filsafat negara dan hal-hal di dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang seharusnya sehingga dapat meningkatkan minat mempelajarinya dan menambah pengetahuan siswa tentang hal tersebut serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Saran :
Data yang di gunakan harus se baru mungkin sehingga dapat di percaya dan tidak menimbulkan masalah.









Bab IV Daftar Pustaka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar