MAKALAH
PANCASILA
KEDUDUKAN
PANCASILA dalam SISTEM EMPAT PILAR KEBANGSAAN
DISUSUN OLEH
FANDRIA REXA
BUANA (161111040)
TEKNIK LINGKUNGAN
2016
INSTITUT SAINS
dan TEKNOLOGI AKPRIND
Kata
Pengantar
Puji syukur atas
rahmat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ Kedudukan Pancasila dalam Istilah Empat Pilar
Kebangsaan “ untuk memenuhi mata kuliah Pancasila yang di ampu oleh Drs. Syukri
Abdullah, M.Hum dengan tepat waktu.
Terima
kasih untuk semua yang pernah memberikan saran tentang makalah ini sehingga
saya dapat menyelesaikannya tepat waktu dan mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam pengetikan, pengejaan kata, atau isi yang kurang berkenan.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Terima Kasih
Bantul, Oktober 2016
Penyusun
Fandria Rexa Buana
Bab
I
Pendahuluan
I.
Latar Belakang
Zaman sudah berubah, banyaknya pengaruh arus
globalisasi yang kuat menuntut kita untuk mendapatkan format yang lebih ideal
dan mudah dicerna tentang faham berbangsa dan bernegara untuk sekedar merefres
/ menyegarkan ingatan kita. Syukur-syukur setelah mendapatkan format
informasi ideal yang kita harapkan pada
akhirnya kita punya kemauan untuk mentransfer pengetahuan kita untuk kebaikan
kehidupan berbangsa dan bernegara kita sebagai warga negara suatu bangsa.
Perkembangan terakhir kondisi kehidupan
berbangsa dan bernegara kita saat ini sangat memilukan dan memprihatinkan,
banyak terjadi kekacauan, kerusuhan antar kelompok agama, kelompok masyarakat,
antar pelajar, demonstrasi mahasiswa di luar toleransi atau sudah menjurus
anarkisme bahkan kriminalitas. Aspirasi yang mereka bawa dalam tuntutan
demontrasi tidak murni lagi, mudah dihasut oleh orang atau kelompok yang tidak bertanggungjawab
demi kepentingan orang atau kelompok tersebut, hal itu salah satu sebabnya
kurangnya pengetahuan, pemahaman mereka para generasi muda, atau para pemuda
harapan bangsa terhadap makna Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka tunggal
Ika, serta kurangnya pemahaman mereka terhadap nilai-nilai persatuan, kurang
mewarisi semangat perjuangan, pudarnya rasa nasionalisme, maupun rasa
patriotisme serta hilangnya rasa cinta terhadap tanah air, bangsa, dan Negara.
Semua fenomena negatif yang selama ini kita
lihat dan rasakan harus diakhiri dengan membangkitkan semangat, pengetahuan
kita mengenai pentingnya empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara sebab
dengan adanya sosialisasi dari MPR RI kita mendapat pengetahuan sebagai bekal
kedepan dalam mendampingi dan mengisi kemerdekaan serta mempertahankan NKRI
ini.
Revitalisasi, reaktualisasi dan transformasi
nilai-nilai yang terkandung dalam 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara
(Pancasila sebagai dasar negara, falsafah dan pandangan hidup bangsa ; UUD Negara
Republik Indonesia Tahun. 1945 sebagai landasan kostitusional dalam bernegara ;
NKRI sebagai konsensus yang harus dijaga keutuhannya ; Bhineka Tunggal Ika
sebagai semangat untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, harus
senantiasa kita lakukan meskipun kita memiliki berbagai perbedaan).
Bung Karno pernah menyatakan, arus sejarah
memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan
cita-cita. ”Jika mereka tidak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita
menjadi kabur dan usang, bangsa itu berada dalam keadaan yang berbahaya,”
Maka melalui reformating dan refresing 4 pilar
tersebut kita diingatkan dan ditumbuhkan tentang cita-cita luhur para pendahulu
kita, tentang konsepsi pendirian negara kita, bahwa kita adalah bangsa yang
besar dengan berbagai perbedaan, keberagaman yang harus disyukuri dan diikat
dengan nilai-nilai 4 pilar yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita.
Namun istilah empat
pilar kebangsaan di perdebatkan karena banyak terjadi pertentangan tentang kedudukan
Pancasila dalam sistem ini tidak lama setelah istilah ini muncul dan di mulai
sosialisasinya.
II.
Rumusan Masalah
a. Apa
itu empat pilar kebangsaan ?
b. Apa
saja yang termasuk ke dalam empat pilar
kebangsaan ?
c. Bagaimana
kedudukan pancasila dalam sistem ini ?
III.
Tujuan Pembahasan
a. Untuk
mengetahui arti dari empat pilar kebangsaan
b. Untuk
mengetahui macam-macam pilar kebangsaan
c. Untuk
mengetahui kedudukan pancasila dalam sistem ini
Bab
II
Pembahasan
A.
Asal
Empat Pilar Kebangsaan
Maret 2013 Ketua MPR RI Taufiq Kiemas mewakili
lembaga pelosok yang dipimpinnya, memperoleh gelar kehormatan doctor honoris
apertura (H. C) dari Universitas Trisakti atas jasanya sudah melahirkan gagasan
sosialisasi 4 pilar kebangsaan Indonesia, seperti:
- Pancasila
- Bhineka Tunggal Ika
- Undang – Undang Dasar 1945
- Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
B.
Isi Empat Pilar
Kebangsaan
1.
Pilar
Pancasila
Pilar mulailah bagi
tegak kokoh berdirinya negara-bangsa Indonesia adalah Pancasila. Timbul
pertanyaan, mengapa Pancasila diangkat sebagai pilar bangsa Indonesia. Perlu
dasar pemikiran yang kuat dan meraih dipertanggung jawabkan sehingga meraih
diterima oleh seluruh warga bangsa, mengapa bangsa Dalam negri menetapkan
Pancasila sebagai base kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut alasannya.
Pilar / tiang
penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, seperti disamping kokoh dan
mantap, juga harus sesuai dengan bangunan yang disangganya. Devocionario
bangunan rumah, tiang yang diperlukan disesuaikan dengan macam dan kondisi
bangunan.
Bilamana bangunan
tersebut sederhana gak memerlukan tiang yang terlampau kuat, tetapi bila
bangunan tersebut merupakan bangunan permanen, konkrit, yang menggunakan
bahan-bahan yang berat, maka asas penyangga harus disesuaikan dengan kondisi
bangunan dimaksud. Demikian pula halnya dengan base atau tiang penyangga
salahsatu negara-bangsa, harus sesuai dengan kondisi negara-bangsa yang
disangganya.
Kita menyadari bahwa
negara-bangsa Indonesia adalah negara yang besar, wilayahnya cukup besar seluas
daratan Eropah yang terdiri atas berpuluh pelosok, membentang dari barat ke
timur dari Sabang hingga Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas
sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer.
Indonesia yaitu negara
kepulauan terbesar pada dunia yang memiliki 19 000 pulau lebih, terdiri atas
berbagai suku bangsa yang beraneka adat serta budaya, serta memeluk seluruh
agama dan keyakinan, lalu belief system yang dibuat pilar harus sesuai dengan
kondisi negara bangsa ini.
2.
Pilar
Undang-Undang Dasar 1945
Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa
Indonesia adalah Undang-Undang Basis 1945. Dalam rangka memahami dan mendalami
UUD 1945, diperlukan memahami lebih dulu makna undang-undang dasar teruntuk
kehidupan berbangsa dan bernegara dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945.
Tanpa memahami prinsip yang terkandung dalam Pembukaan ini tidak
mungkin mengadakan evaluasi terhadap pasal-pasal yang memiliki dalam batang
tubuhnya serta barbagai undang-undang yang akhirnya menjadi derivatnya.
3.
Pilar
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sebelum kindertagesstätte bahas mengenai Negara Kesatuan
Republik Indonesia ada baiknya bila kita fahami jauh dahulu berbagai bentuk
Pelosok yang terdapat di negara, apa kelebihan dan kekurangannya, untuk
selanjutnya kita fahami mengapa para founding daddies negara ini memilih negeri
kesatuan.Bentuk Negara contohnya konfederasi, federasi dan kesatuan, menurut
Carl J. Friedrich, merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara teritorial atau
local division oif power. Beserta penjelasan mengenai bentuk-mentuk Pelosok
tersebut.
4.
Pilar
Bhinneka Tunggal Ika
Sesanti atau semboyan
Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular, pujangga agung
kerajaan Majapahit yang hidup dalam masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad
ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut memiliki dalam karyanya, kakawin
Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, ” yang
artinya “Berbeda-beda itu, 1 itu, tak ada pengabdian yang mendua. “
Semboyan yang kemudian
dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu
bagi mengantisipasi adanya keaneka-ragaman petunjuk yang dipeluk oleh kaum
Majapahit pada waktu tersebut. Meskipun mereka berbeda petunjuk tetapi mereka
tetap 1 dalam pengabdian.
C.
Kedudukan
Pancasila di dalam Sistem ini
Kedudukan pancasila dalam sistem ini
secara sudut pandang anggota MPR telah di sebutkan di atas semnetara menurut
para budayawan, dosen, mahasiswa dan cendekiawan banyak tokoh yang menentang
konsep ini karena menurut mereka sistem atau istilah empat pilar kebangsaan ini
justru melemahkan kedudukan pancasila dan dapat menenggelamkan makna pancasila
sebagai dasar Negara dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti
yang disampaikan oleh kuasa hukum Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan
Semarang (MPP Joglosemar) selaku pemohon, TM Lutfi Yazid mengaku tidak
anti sosialisasi dan internalisasi Pancasila. Namun, jika MPR menilai ada
kesalapahaman dari para pemohon terlalu naif.
“MPR juga mengatakan yang dimaksud pilar itu bukan tiang, tetapi
dasar. Itu kan pemahaman MPR, tetapi tidak ada yang bisa menjamin masyarakat
bahwa itu juga dasar karena UU menyebut pilar, bukan dasar. Sementara dalam UUD
1945 disebut ‘berdasar’ Pancasila, bukan ‘berpilar’ Pancasila,” dalihnya.
Dia mencontohkan ketika Pamong Desa disuruh para pemohon
memasang Pancasila sebagai dasar negara, pamong desa menolak dengan mengatakan
‘Jangan Pak, kami takut, kami tahunya ini pilar negara bukan dasar’. “Itu kan menjadi
kerugian konstitusional. Kami pemohon ada yang berprofesi dosen, wartawan,
mahasiswa. Kalau mahasiswa bikin tulisan atau tesis, Pancasila sebagai dasar
atau pilar. Ini membingungkan mahasiswa, seolah bangsa ini telah membuat
rekonstruksi sejarah.”
“Saya kira mereka ngeles saja, padahal mereka
sudah melakukan kesalahan, referensinya hanya kamus. Tetapi, referensi kami
sebagai pemohon nyawa pendiri bangsa, darah, air mata. Jadi tidak ada itu empat
pilar itu.”
Ini menanggapi tanggapan MPR yakni MPR menegaskan empat pilar
kebangsaan sebagai hal sangat mendasar dan esensial kehidupan berbangsa dan
bernegara. Keempat pilar itu tidak digeneralisir memiliki kesamaan kedudukan,
tetapi eksplisit sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Misalnya, Pancasila
sebagai dasar/ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi, NKRI sebagai bentuk
negara, Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat pemersatu bangsa.
“Jadi, keberadaan pilar kebangsaan tidak mereduksi (mengubah)
kedudukan Pancasila sebagai dasar/ideologi negara,” kata Wakil Ketua MPR,
Lukman Hakim Saifuddin saat memberi keterangan dalam sidang lanjutan pengujian
Pasal 34 ayat (3b) UU No 2 Tahun 2011 tentang tentang
Perubahan atas UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik (UU Parpol) di ruang sidang utama MK, Senin (17/2/15).
Syaifuddin menegaskan istilah “pilar” dalam empat pilar
kebangsaan dimaknai sebagai hal pokok, mendasar, dan esesial yang memiliki
sifat dinamis. “Jadi sama sekali tidak menyamakan kedudukan Pancasila dengan
pilar-pilar lain, apalagi mereduksi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
yang dijamin dalam Pembukaan UUD 1945,” tegasnya.
Dari sisi bahasa pun, kata Lukman, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) dan penjelasan resmi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud
mengartikan istilah pilar sebagai “dasar atau yang pokok”.
Menurutnya, tak tepat pandangan sosialisasi empat pilar
kehidupan berbangsa berimpilikasi secara ideologis, politis, yuridis, dan
sosiologis yang mereduksi kedudukan Pancasila.
“Apalagi dinilai berpotensi merugikan hak konstitusional warga
negara, bangsa dan negara Indonesia,” katanya.
MPR mengingatkan mendalami empat pilar anggota partai politik
dan masyarakat sebagai langkah strategis dari DPR dan pemerintah dalam kondisi
bangsa sekarang ini. Hal ini dalam rangka internalisasi dan reaktualisasi
nilai-nilai dalam berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara.
“MPR mendukung sepenuhnya upaya-upaya DPR dan pemerintah,
melalui pengujian Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol ini, untuk terus memasyarakatkan
empat pilar kebangsaan itu tak sekedar pendidikan politik, tetapi lebih
terinternalisasi dan terimplementasi dalam kehidupan berbangsa.”
MPR sendiri telah melakukan sosialisasi tentang sistem ini
bahkan mengadakan lomba tingkat sekolah menengah atas setingkat tentang empat
pilar kebangsaan ini, sampai saat ini meskipun dalam kompasiana memuat tentang
tidak boleh ada pengunaan frasa ini yakni isinya berisi pernyataan Pakar
hukum tata negara Jimly Asshiddiqie yang kembali menegaskan bahwa Mahkamah
Konstitusi (MK) telah membatalkan frasa "Empat Pilar Berbangsa dan
Bernegara" sehingga perlu menjadi perhatian semua pihak.
"Jadi saya harapkan putusan MK tentang pembatalan frasa
empat pilar harus kita jadikan pegangan," kata Jimly Asshiddiqie yang
pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Minggu
(17/5/2015).
Dengan demikian, kata dia, tidak perlu ada perdebatan lagi
mengenai frasa empat pilar. Dia juga menyarankan agar MPR tidak lagi
menyosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Pancasila jangan lagi
ditempatkan sebagai salah satu pilar kehidupan berbangsa bernegara.
Karena Pancasila adalah filosofi
berbangsa, dasar negara. Saran saya, kegiatan sosialisasi diganti saja dengan
kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat dan pengkajian. Karena sosialisasi itu
kegiatan eksekutif atau pemerintah," katanya.
Dia menambahkan, dengan penyebutan sebagai pilar, seolah-olah
dianggap setara dengan yang lain dan pada akhirnya menimbulkan salah paham di
masyarakat.
Seharusnya, kata dia, MPR menghormati putusan MK dalam Amar
Putusan Nomor 100/PUU-XI/2014 yang membatalkan frasa "Empat Pilar
Berbangsa dan Bernegara" dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik terkait Pancasila pilar kebangsaan.
"Teks Pancasila sebagai ideologi
negara tetap sama sejak 1945, tetapi tafsirnya harus senantiasa kontekstual,
sesuai dengan jiwa dan spirit demokrasi yang berkembang, baik di Indonesia
maupun di belahan negara lain di dunia," katanya. Demokrasi dan Pancasila, kata dia, tidak
bisa dipisahkan karena tanpa demokrasi, Pancasila tak mungkin bertahan
sebagai ideologi bangsa.
Pengujian Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol pada tahun 2015 diajukan
sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya,
Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar). Mereka keberatan masuknya Pancasila
sebagai salah satu pilar kebangsaan. Pasal yang diuji, parpol wajib
mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal
Ika, dan UUD 1945.
Pasal itu dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum karena
menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan
ketiga pilar lainnya. Penempatan Pancasila sebagai pilar merupakan kesalahan
fatal karena Pancasila telah disepakati para pendiri bangsa sebagai dasar
negara (philosophie groundslaag) dalam Pembukaan UUD 1945.
Menurut dia, kata ”dasar” dan ”pilar” memiliki makna yang
berbeda yang menimbulkan kebingungan dosen di perguruan tinggi saat menjelaskan
kepada mahasiswanya. Karena itu, memasukkan Pancasila sebagai salah satu pilar
kebangsaan melawan fakta sejarah dan menghianati para pendiri bangsa ini yang
bisa bisa meruntuhkan bangsa ini.
Karena itu, ”proyek” sosialisasi oleh MPR mengenai empat pilar
yang salah satunya Pancasila harus dihentikan karena menyesatkan bangsa ini.
Pasal itu diminta dinyatakan inkonstitusional atau sekurang-kurangnya kata “Pancasila”
dalam pasal itu dicabut dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat
Meskipun kenyataannya seperti yang di sampaikan di atas bahwa
MPR masih melakukan sosialisasi sistem empat pilar kebangsaan dan lagi banyak
yang beranggapan bahwa hal yang dilakukan oleh MPR begitu berbau politik
terutama dari partai PDI-P yang menjadi partai ketua MPR saat itu (alm) Taufiq
Kiemas.
Bab III
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan pancasila dalam sistem
atau istilah empat pilar kebangsaan memiliki 2 sudut pandang yakni menurut
anggota MPR kedudukan pancasila dalam sistem ini tidaklah berubah yakni sebagai
dasar dan kedudukan 4 hal di dalam sistem ini tidaklah berarti sama dan sistem
ini hanyalah untuk meningkatkan pengamalan 4 hal tersebut sementara itu banyak
tokoh yang berpendapat bahwa sistem ini berbahaya bagi kedudukan pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi masyarakat luas terutama
masyarakat awam yang dapat salah mengartikan istilah atau sistem ini. Dan
sidang MK pada tahun 2015 lalu memenangkan pendapat tokoh dan membatalkan
perubahan uu yang dilakukan anggota MPR.
Menurut
pendapat saya akan hal ini lebih condong kepada pendapat para tokoh seperti
tokoh cendekiawan dan yang lain yang berpendapat bahwa sistem/istilah empat
pilar kebangsaan sebaiknya tidak di sosialisasikan pada masyarakat awam. Namun,
saya pada awal munculnya sistem ini saya mengikuti lomba pengetahuan empat
pilar kebangsaan dan merasa hal ini berdampak baik bagi para siswa agar dapat
tertarik mempelajari hal yang terkandung dalam empat pilar kebangsaan ini
sehingga di harapkan siswa dapat menerapkan nilai-nilai yang terdapat di dalam
isi empat pilar kebangsaan ini dalam kehidupan sehari-hari
Jadi
kesimpulan akhir dari saya adalah istilah empat pilar tidak seharusnya ada
namun kehadiran lomba pengetahuan tentang dasar negara, filsafat negara dan
hal-hal di dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang seharusnya
sehingga dapat meningkatkan minat mempelajarinya dan menambah pengetahuan siswa
tentang hal tersebut serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Saran
:
Data
yang di gunakan harus se baru mungkin sehingga dapat di percaya dan tidak
menimbulkan masalah.
Bab IV Daftar Pustaka